Filsafat Pendidikan Matematika Menurut Paul Ernest

PEMBAHASAN
A.    Filsafat Pendidikan Matematika Menurut Paul Ernest
Filsafat matematika Ernest didasarkan pada asumsi bahwa kebenaran matematika tidak pernah sama sekali pasti. Selanjutnya Ernest dalam Martin (2009) menyatakan bahwa faktor paling penting dalam penerimaan masalah yang diusulkan dari pengetahuan matematika adalah buktinya. Menekankan pada reduksi formal, menjadi proses yang dipusatkan pada pembuktian. Pembuktian adalah teks naratif, yang juga bagian dari percakapan atau dialog yang berkelanjutan, sebab mengasumsikan sebuah respon (Martin: 2009: 69).
Pada awal perkembangannya matematika merupakan alat untuk menyelesaikan masalah kesulitan hidup sehari-hari melalui objek-objek alam nyata yang ada di lingkungan sekitar. Kemudian matematika berkembang melalui abstraksi dan idealisasi menjadi sebuah ilmu. Matematika sebagai ilmu yang dibangun lebih merupakan proses sosial dibandingkan proses individual. Hal ini dikarenakan pemikiran individual mengenai kesulitan-kesulitan awal yang muncul akan dibentuk dengan komunikasi atau percakapan. Seluruh pemikiran individual yang selanjutnya dibentuk oleh pemikiran social. Fungsi-fungsi mental adalah kolektif (misalnya kelompok pemecahan masalah). Untuk meningkatkan komunikasi sosial maka guru dapat memfasilitasi siswa dengan belajar secara berkelompok untuk mendiskusikan suatu permasalahan.
Filsafat pendidikan matematika termasuk filsafat yang membahas proses pendidikan dalam bidang studi matematika. Pendidikan matematika adalah bidang studi yang mempelajari aspek-aspek sifat dasar dan sejarah matematika, psikologi belajar dan mengajar matematika, kurikulum matematika sekolah, baik pengembangan maupun penerapannya di kelas. Filsafat matematika membentuk filsafat pendidikan matematika, artinya bahwa filsafat pendidikan matematika didukung oleh filsafat matematika (Martin, 2009: 63). Oleh karena itu antara filsafat matematika dan filsafat pendidikan matematika saling keterkaitan sehingga untuk memahami bagaimana proses pembelajaran matematika, kurikulum pendidikan matematika dan pengembangannya, serta psikologi pendidikan matematika adalah dengan memahami juga filsafat matematika seperti yang telah dibahas sebelumnya.
Dalam teori Paul Ernest (Martin, 2009:77) matematika sebagai ilmu yang dibangun lebih merupakan proses sosial dibandingkan proses individual. Hal ini dikarenakan:
1.      Pemikiran individual mengenai kesulitan-kesulitan awal yang muncul akan dibentuk dengan komunikasi atau percakapan.
2.      Seluruh pemikiran individual yang selanjutnya dibentuk oleh pemikiran social.
3.      Fungsi-fungsi mental adalah kolektif (misalnya kelompok pemecahan masalah). Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa seluruh proses berfikir dan belajar dibentuk oleh pengalaman sosial yang dialami oleh setiap individu. Untuk membawa pengalaman sosial yang bermakna dalam suatu pembelajaran maka guru harus bisa memfasilitasi kegiatan pembelajaran tersebut sesuai dengan kebutuhan siswa.
Filsafat pendidikan matematika menurut Paul Ernest (Martin, 2009: 79) mencakup tiga hal, yaitu: Tujuan dan nilai pendidikan matematika, teori belajar, teori mengajar.
Tujuan pendidikan matematika hendaknya mencakup keadilan sosial melalui pengembangan demokrasi pemikiran kritis dalam matematika. Siswa seharusnya mengembangkan kemampuan yang mereka miliki untuk menganalisis masalah matematika. Pendidikan matematika hendaknya dapat menguatkan siswa, hal ini berarti siswa berfikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta mampu menggunakannya sebagai praktik penerapan matematika.
Jika dilihat dari sudut pandang epistemologi, sistem-sistem pendidikan matematika  bersinggungan langsung dengan matematika, dan oleh karena itu epistimologi merupakan determinan utama paham-paham dan praktik-praktik kependidikan. Epistimologi memberikan pengaruh langsung terhadap bidang pendidikan matematika. Asumsi-asumsi epistimologis berkenaan dengan komunikasi pengetahuan dari satu orang ke orang lain juga akan berpengaruh terhadap metodologi pengajaran dan fungsi guru dalam konteks edukatif. Seorang guru harus memahami epistimologinya sebelum mengoperasionalkannya secara efektif.

B.     Peta Pendidikan Menurut Paul Ernest
Terdapat lima macam peta pendidikan menurut Paul Ernest, yaitu: Industrial Trainer, Technological Pragmatist, Old Humanist, Progressive Educator, dan Public Educator. Kelima peta ini merupakan urutan dari jenis mendidik, dimulai dari Industrial Trainer yang bertipe teacher centre sampai pada Public Educator yang student centre.
Berawal dari mendidik yang industrial trainer, dimana pembelajaran berupa teacher centre. Industrial trainer terdiri dari dua kata yaitu industrial dan trainer. Industrial merupakan usaha dimana untuk menghasilkan sesuatu yang dapat dimanfaatkan. Adapun kata trainer atau pelatih, yang berarti sebagai penyampai pengetahuan.  Dari kedua kata tersebut maka seorang industrial trainer merupakan pengajar yang ingin meningkatkan pengetahuan siswa dalam bidang tertentu agar dapat dimanfaatkan untuk kedepannya. Cara pengajarannya adalah dengan menggunakan alat bantu sejenis papan tulis beserta kapur untuk menjelaskan materi. Jenis soal yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa biasanya jawaban yang berupa pilihan. Pengajar hanya menerangkan materi sehingga siswa tidak memiliki kebebasan dalam mengeluarkan pendapat sehingga, siswa dalam kelas tersebut menjadi homogen.
Cara mendidik selanjutnya adalah technological pragmatist, yang berbeda dengan industrial trainer. Kata industrial bergeser menjadi technological, dimana yang biasanya guru menjelaskan dengan alat tulis berupa papan tulis dan kapur berubah menjadi media dengan memanfaatkan teknologi. Selanjutnya kata kedua yaitu pragmatist telah bergeser dari kata trainer. Seorang guru yang ingin meningkatkan pengetahuan siswa hanya dengan mentransfer ilmu, bergeser menjadi guru yang mengedepankan siswa untuk berlogika pengamatan. Berdasarkan asal katanya pragmatist adalah praktek, maka pembelajaran diarahkan pada kebenaran dari hasil berpraktek. Pengetahuan yang didapat siswa pun bersifat desentralisasi. Dimana pengetahuan yang didapat dari praktek tersebut berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang mereka dalam cara menilainya.
Old humanist merupakan jenis cara mendidik yang ketiga. Dari pemilihan kata muncul kata old, berarti cara ini sudah pernah diterapkan pada zaman dahulu sehingga dikatakan tua/old. Selanjutnya pemilihan kata yang kedua adalah humanist, yang berarti kemanusiaan. Pembelajaran dari pendapat-pendapat manusia yang didasarkan pada pengalaman merupakan sumber ilmu yang pasti benar. Jadi, sesuatu yang tidak dapat dibuktikan dengan logika pengalaman dan formal merupakan hal yang diragukan kebenarannya.
Jenis keempat pada cara mendidik adalah Progresive Educator. Dalam cara ini guru berperan sebagai educator (pendidik). Pendidik adalah tidak sekedar pengajar, selain bertugas mentransfer ilmu maka ia juga merubah anak menjadi lebih baik moralnya. Pada cara ini siswa tidak lagi sekedar menerima ilmu tetapi anak telah merasa membutuhkan ilmu sehingga mereka akan mengembangkan sendiri kemampuannya menjadi sesuatu yang kreatif.
Public Educator merupakan jenis terakhir dari lima macam cara mendidik. Pada cara ini siswa diajak langsung oleh guru untuk memecahkan masalah yang berada di masyarakat umum. Matematika bukan lagi menjadi ilmu yang abstrak tetapi konkret masalahnya dalam masyarakat. Mereka akan sering mengadakan diskusi atau investigasi dalam memecahkan masalah-masalah tersebut. Sehingga jenis soal yang sering digunakan untuk mengetahui hasil belajar mereka adalah portofolio atau esay. Dengan adanya soal seperti ini pendidik akan mengetahui perkembangan serta kesulitan siswa dalam memecahkan masalah matematika.
Kelima jenis cara mendidik tersebut merupakan hal yang  biasa digunakan pengajar. Tidak ada yang jelek dari kelima pembelajaran tersebut. Semuanya pasti dipakai dalam suatu pembelajaran. Hanya intensitas pemakaiannya yang perlu di manage kembali. Jika ingin siswa yang kau ajar berkualitas maka seorang guru juga harus berusaha untuk mengkualitaskan diri. Untuk menggapai kebaikan memang tidak mudah. Perlu komitmen yang kuat untuk mengusahakannya. Selalu berdoalah pada Allah SWT agar setiap guru menjadi bermanfaat untuk siswa mereka.

C.    Menerapkan Filsafat Pada Pendidikan Matematika di Sekolah

Sebagai landasan untuk memahami filsafat pendidikan matematika di sekolah, kita harus terlebih dahulu memahami apakah itu tujuan pendidikan. Selanjutnya implementasi dari tujuan pendidikan matematika harus dapat menjadi landasan untuk menguasai iptek dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara bagi setiap warga sistem. Para ahli filsafat mempublikasikan pendapat-pendapatnya tentang tujuan matematika yaitu “Tujuan Pendidikan Matematika adalah penekanan pemahaman konsep matematika dan penggunaan matematika pada kehidupan masyarakat, karena tak ada bidang ilmu pengetahuan yang tidak memerlukan matematika”. Yang terbagi atas:
1.      Tujuannya harus konsisten sehingga diharapkan siswa dapat menguasai dan memperoleh penghargaan.
2.      Matematika sebagai bagian yang penting dalam komunikasi.
3.      Matematika sebagai alat yang sangat kuat sehingga siswa dapat mengembangkannya.
4.      Penghargaan hubungan di dalam matematika.
5.      Kesadaran tentang daya tarik matematika.
6.      Berkhayal, inisiatif dan kelenturan dalam berfikir matematika.
7.      Bekerja secara sistematis matematika.
8.      Bekerja mandiri.
9.      Bekerja bersama-sama.
10.  Belajar matematika lebih mendalam.
11.  Siswa percaya diri dengan kemampuan matematikanya.
Berbagai pendapat mengenai tujuan pendidikan matematika di dunia, tidak terlepas dari teori filsafat pendidikan yang melatarbelakanginya. Paul Ernest dari University of Exeter (2008) menyatakan bahwa filsafat pendidikan matematika tidak memerlukan interpretasi yang sistem sebanyak area studi dan area investigasinya.
Selanjutnya Ernest menyatakan :”The philosophy of mathematics is undoubtedly an important aspect of philosophy of mathematics education, especially in the way that the philosophy of mathematics impacts on mathematics educations” Yang artinya Filosofi matematika tidak diragukan lagi merupakan aspek penting dari filsafat pendidikan matematika, terutama dalam cara bahwa filosofi dampak matematika pada pendidikan matematika.

KESIMPULAN

Matematika bukanlah ilmu pasti dan faktor paling penting dalam penerimaan masalah yang diusulkan dari pengetahuan matematika adalah buktinya. Menekankan pada reduksi formal, menjadi proses yang dipusatkan pada pembuktian. Matematika sebagai ilmu yang dibangun lebih merupakan proses sosial dibandingkan proses individual dikarenakan pemikiran individu,  kemudian pembentukan pemikiran sosial dan  fungsi-fungsii mental. Paul Ernest berpendapat ada lima jenis peta cara mendidik. Kelima jenis cara mendidik tersebut merupakan hal yang  biasa digunakan pengajar. Tidak ada yang jelek dari kelima pembelajaran tersebut. Semuanya pasti dipakai dalam suatu pembelajaran. Hanya intensitas pemakaiannya yang perlu disusun kembali. Tujuan Pendidikan Matematika adalah penekanan pemahaman konsep matematika dan penggunaan matematika pada kehidupan masyarakat, karena tak ada bidang ilmu pengetahuan yang tidak memerlukan matematika.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Rendahnya Relevansi Pendidikan

CARA MENYUSUN MACAM-MACAM TES URAIAN, KELEBIHAN, DAN KEKURANGAN TES URAIAN