MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
1.
Hakikat
dan Martabat Manusia
Manusia adalah
ciptaan Allah yang misterius dan sangat menarik. Dikatakan
misterius karena semakin dikaji semakin terungkap banyak hal hal manusia yang
belum terungkap. Dan dikatakan
menarik karena manusia sebagai subjek sekaligus objek kajian yang tiada
henti-hentinya terus dilakukan manusia khususnya para ilmuwan.
Para ahli telah
mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing,
tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat tentang
manusia. Ini terbukti dari banyaknya penanaman
manusia, misalnya homo sapia (manusia
berakal), homo ecominieus (manusia
ekonomi) yang kadang kala disebut economic anima (binatang ekonomi), Al Insanu hayawun nathiq (manusia adalah manusia yang berkata
kata) dan sebagainya.
Al Quran tidak
menggolongkan manusia kedalam kelompok binatang, selama
manusia mempergunakan akalnya dan karunia Tuhan lainnya. Namun, kalau
manusia tidak mempergunakan akal dan berbagai potensi dan pemberian Tuhan yang
sangat tinggi nilainya, yakni pemikiran (rasio), kalbu, jiwa, raga, serta
panca indra secara baik dan benar, ia akan menurunkan derajatnya sendiri
menjadi hewan seperti yang dinyatakan Allah dalam Al-Quran:
Artinya:.....”mereka (jin
dan manusia) punya hati tapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda tanda kekuasaan Allah),punya telinga tapi
tak mendengar (ayat ayat
Allah). Mereka (manusia)
yang seperti itu sama martabatnya dengan hewan bahkan lebih rendah lagi dari
benatang.”(Q.S.Al-‘Araf:179).
Di dalam Al Quran manusia disebut
antara lain dengan bani Adam (Q.S.Al-Isra:70) basyar (Q.S.Al-Kahfi:10), Al Insan (Q.S.Al-Insan:1), An Nas (Q.S.An-Nas:1). Salah
satu di antaranya berdasarkan studi isi Al Quran dan Al Hadits yang berbunyi:
Al Insan (manusia) adalah makhluk ciptaan Allah yang memliki potensi untuk
beriman kepada Allah, dengan
mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati
gejala gejala alam, bertanggung
jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak (N.A.Rasyid,1983:19)
2.
Kelebihan
Manusia dan Makhluk Lainnya, Fungsi
dan Tanggung Jawab Manusia Dalam Islam
Bertitik tolak
dan rumusan singkat itu, menurut
ajaran agama islam, manusia
dibandingkan dengan makhluk lain, mempunyai
berbagai ciri utama:
1.
Makhluk yang paling unik, dijadikan
dalam bentuk yang paling baik, ciptaan Tuhan yang paling
sempurna. Firman Allah yang artinya : “sesungguhnya kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya” (Q.S. Ar-Tin : 4).
Karena itu pula
keunikannya (kelainannya dari makhluk ciptaan Tuhan yang lain) dapat dilihat
pada bentuk struktur tubuhnya, gejala-gejala yang ditimbulkan jiwanya,
mekanisme yang terjadi pada setiap organ tubuhnya, proses pertumbuhannya
melalui tahap-tahap tertentu.
Hubungan timbal
balik antara manusia dengan lingkungannya, ketergantungannya pada sesuatu,
menunjukkan adanyaa kekuasaan yang berada diluar manusia itu sendiri. Manusia
sebagai makhluk ciptaan Allah karena itu seyogyanya menyadari kelemahannya.
Kelemahan manusia berupa sifat yang melekat pada dirinya disebutkan Allah dalam
Al-Qur’an, diantaranya adalah:
1.
Melampau batas (Q.S. Yunus : 12)
2.
Zalim (bengis, kejam, tidak menaruh
belas kasihan, tidak adil, aniaya) dan mengingkari karunia (pemberian) Allah
(Q.S. Ibrahim :34)
3.
Tergesa-gesa (Q.S. Al-Isra’ :11)
4.
Suka membantah (Q.S. Al-Kahfi : 54)
5.
Berkluh kesah dan kikir (Q.S. Al-Ma’arij
: 19-21)
6.
Ingkar dan tidak berterima kasih (Q.S.
Al-‘Adiyat : 6)
Namun
untuk kepentingan dirinya manusia ia harus senantiasa berhubungan dengan
penciptanya, dengan sesame manusia, dengan dirinya sendiri, dan dengan alam
sekitarnya.
2.
Manusia memiliki potensi (daya atau
kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada Allah. Sebab sebelum ruh
(ciptaan) Allah dipertemukan dengan jasad di rahim ibunya, ruh yang berada di
alam ghaib itu ditanyai Allah, sebagaimana tertera dalam Al-Qur’an yang artinya: “Apakah
kalian mengakui aku sebagai Tuhan kalian? (pengaruh itu menjawab) ya, kami akui
(kami saksikan) Engkau adalah Tuhan kami “. (Q.S. Al-A’raf
: 173).
Dengan pengakuan
itu, sesungguhnya sejak awal dari tempat asalnya manusia telah mengakui Tuhan,
telah ber-Tuhan, berke-Tuhanan. Pengakuan dan penyaksian bahwa Allah adalah
Tuhan ruh yang dititipkan kedalam rahim wanita yang sedang mengandung manusia
itu berarti bahwa manusia mengakui (pula)
kekuasaan Tuhan, termasuk kekuasaan Tuhan menciptakan agama untuk pedoman hidup
manusia di dunia ini.
Ini bermakna
pula bahwa secara potensial manusia percaya atau beriman kepada ajaran agama
yang diciptakan Allah yang Maha Kuasa.
3.
Manusia diciptakan Allah untuk mengabdi
kepada-Nya dalam Al-Qur’an surat Az-Zariyat yang artinya:
“tidaklah aku jadikan jin dan manusia,
kecuali untuk mengabdi kepada-Ku.” (Q.S.
Az-Zariyat : 56)
Mengabdi
kepada allah dapat dilakukan manusia melalui dua jalur, jalur khusus dan jalur
umum. Pengabdian melalui jalur khusus dilaksanakan dengan melakukan ibadah
khusus yaitu segala upacara pengabdian langsung kepada Allah yang
syarat-syaratnya, cara-caranya (ungkin waktu dan tempatnya) telah ditentukan
oleh allah sendiri sedang rinciannya dijelaskan oleh Rasul-Nya,
seperti ibadah salat, zakat, dan haji. Pengabdian melalui jalur umum dapat diwujudkan dengan melakukan
perbuatan-perbuatan baik yang di sebut amal saleh yaitu segala perbuatan
positif yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat, dilandasi dengan niat
ikhlas dan bertujuan untuk mencari keridaan Allah.
4.
Manusia diciptakan Tuhan untuk menjadi
khalifah-Nya di bumi. Hal itu dinyatakan dalam firman-Nya. Di dalam surat
Al-Baqarah : 30 dinyatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk menjadi
khalifah-Nya di bumi. Perkataan “menjadi khalifah” dalam ayat tersebut
mengandung makna bahwa Allah menjadikan manusia wakil atau pemegang
kekuasaan-Nya mengurus dunia dengan jalan melaksanakan segala yang di
ridhai-Nya di muka bumi ini (H.M. Rasjidi, 1972:71).
Dalam mengurus
dunia, sesungguhnya manusia diuji, apakah ia akan melaksanakan tugasnya dengan
baik atau sebaliknya, dengan buruk. Mengurus dengan baik adalah mengurus
kehidupan duna ini sesuai dengan kehendak Allah, sesuai dengan pola yang telah
ditentukan-Nya agar memanfaatkan alam semesta dan segala isinya
dapat dinikmati oleh manusia dan makhluk lainnya. Kalau sebaliknya, pengurusan
itu tidak baik, artinya tidak sesuai dengan pola yang telah diciptakan Allah.
Malapetaka,
sebagai akibat salah urus akan dirasakan oleh manusia, juga oleh lingkungan
hidupnya. Untuk dapat melaksanakan tugasnya menjadi kuasa atau khalifah Allah,
manusia diberi akal pikiran dan kalbu, yang tidak diberi kepada makhluk lain.
Dengan akal pikirannya manusia mampu mengamati alam semesta, menghasilkan dan
mengembangkan ilmu, yang benihnya telah “disemaikan” Allah sewaktu mengajarkan
nama-nama (benda) kepada manusia asal, waktu Allah menjadikan manusia (Adam)
menjadi khalifah-Nya di bumu ini dahulu (Q.S. Al-Baqarah : 31).
Dengan
akal dan pemikirannya yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia
diharapkan mampu mengemban amanah sebagai khalifah Allah. Dengan mengabdi
kepada Allah (seperti disebut pada butir 3) dan mengemban amanah sebagai
khalifah-Nya di bumi (butir 4), manusia diharapkan akan dapat mencapai tujuan
hidupnya memperoleh keridhaan Illahi di dunia ini, sebagai bekal mendapatkan
keridhaan Allah di akhirat nanti.
Manusia yang
mempunyai kedudukan sebagai khalifah (pemegang kekuasaan Allah) di bumi ini
bertugas memakmurkan bumi dan segala isinya. Memakmurkan bumi artinya
mensejahterakan kehidupan di dunia ini. Untuk itu manusia di wajibkan untuk
bekerja, beramal saleh (berbuat baik yang bermanfaat bagi diri, masyarakat dan
lingkungan hidupnya) serta menjaga keseimbangan dan bumi yang di diaminya,
sesuai dengan tuntutan yang diberikan Allah melalui agama.
Alam semesta dan
bumi dengan segala isinya telah diserahkan Allah kepada manusia sebagai amanah
(kepercayaan) untuk di kelola, karena hanya manusialah yang diserahi dan berani
bertanggung jawab memegang amanah Allah. Firman
Allah yang artinya: “Sesungguhnya kami telah mengemukan amanat, kepada langit, bumi dan
gunung-gunung, maka semua angan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir
akan mengkhianatinya, dan dipikulah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu amat zolim dan amat bodoh.” (Q.S. Al-Ahzab : 72)
Menurut Bintu
Sati, nama samara Profesor Aisyah Aburahman (pakar tafsir dan pengajar di
Universitas Ayn Syam Kairo, dan Qurawiyyin Maroko, sebagaimana dikutip
Ensiklopedia Islam (1993, III : 164), perkataan al-amanah dalam ayat di atas
lebih tepat kalau di artikan “ujian pilihan”. Semua
makhluk kecuali manusia, hidup dan menjalani kehidupannya menurut Sunnatullah
tanpa diberi amanah dan tanpa dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang
dilakukannya. Namun manusia, sebagai khalifah bertanggung jawab atas segala perbuatannya yang dinilai
dengan pahala dan dosa. Tanggung jawab
ini bersifat pribadi, tidak dapat dibebankan kepada orang lain atau diwariskan.
Amanah seperti ini tidak diberikan khusus kepada orang-orang beriman (mukmin)
saja, tetapi juga kepada yang tidak beriman (kepada Allah) yang disebut
non-mukmin mukmin dan non-mukmin, asal ia manusia memegang amanah dan
tanggungjawab yang sama.
Apabila amanah
dan tanggung jawab itu dilaksanakan dengan iman dan
amal saleh menurut Sunnatullah dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan-Nya,
jadilah manusia tetap menjadi makhluk ciptaan Tuhan
yang paling mulia dan sempurna. Tetapi jika keimanan dan amal saleh tidak
membingkai (melingkari) amanah dan tanggungjawab itu dan dilakukan tidak
menurut Sinnatullah dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan-Nya, perbuatan yang
demikian ini memerosotkan derajat manusia makhluk yang hina (di depan pemberi
amanah itu).
Sebagai pemegang
amanah yang betanggung jawab,
manusia sebagai khalifah Allah, memang mempunyai kemerdekaan untuk memilih apa
yang di yakini atau yang tidak diyakini, merdeka untuk berkehendak, berbuat,
berfikir dan berpendapat.
Namun,
kemerdekaan itu harus dipertanggung-jawabkan
kelak. Karena kemerdekaan yang diberi Allah itu tidak boleh melampaui
batas-batas amanah dan tanggung jawab
yang telah ditentukan-Nya baik yang terdapat dalam alam semesta maupun yang
terkandung dalam firman-firman-Nya dalam ajaran agama pada umumnya, dan dalam
Al-Qur’an pada khususnya.
5.
Disamping akal manusia dilengkapi Allah
dengan perasaan dan kemauan atau kehendak. Dengan akal dan kehendaknya manusia
akan tunduk dan patuh kepada Allah menjadi muslim. Tetapi dengan akal dan
kehendaknya juga manusia dapat tidak dipercaya, tidak tunduk dan tidak patuh
kepada kehendak Allah, bahkan mengingkari-Nya menjadi kafir. Karena itu di
dalam Al-Qur’an ditegaskan oleh Allah yang artinya: “Dan katakana bahwa kebenaran itu
datangnya dari Tuhanmu. Barangsiapa yang mau beriman hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang tidak beriman biarlah ia kafir”. (Q.S. Al-Kahfi:
29)
Dalam surat
Al-Insan juga dijelaskan yang artinya: ”Sesungguhya
kami telah menunjukinya jalan yng lurus (kepada manusia), ada manusia yang
syukur, ada pula manusia yang kafir”. (Q.S. Al-Insan:
3)
Allah
telah menunjukkan jalan kepada manusia dan manusia dapat mengikuti jalan itu
dan dapat pula tidak mengikutinya. Memang dengan kemauan atau kehendaknya yang
bebas (free will) manusia dapat memilh jalan yang akan ditempuhnya. Namun
dengan pilihannya itu manusia kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di
akhirat, yaitu pada hari perhitungan mengenai segala amal perbuatan manusia
ketika masih di dunia.
6.
Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Hal ini
dinyatakan oleh Allah dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Setiap orang terikat (bertanggungjawab
atas apa yang dilakukannya”. (Q.S. At-Thur: 21)
7.
Berakhlaq adalah cirri utama manusia
dibandingkan makhluk lain. Artinya manusia adalah makhluk yang diberikan Allah
kemampuan untuk membedakan yang baik dengan yang buruk. Dalam islam kedudukan
akhlak sangat penting, ia menjadi komponen ketiga dalam hanyalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia yang mulia.
Suri tauladan
Nabi yang dilakukan semasa hidupnya seharusnya menjadi contoh bagi umat manusia
terutama manusia yang beriman. Selain dari keteladanan Rasulullah, banyak
butir-butir tuntunan menuju akhlak mulia ittu terdapat di dalam Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Butir-butir ajaran ini berlaku abadi, universal sepanjang masa dan
dimana saja.
Kini kita akan
membicarakan asal-usul kejadian manusia menurut Islam. Di dalam Al-Qur’an cukup
banyak ayat-ayat yang menerangkan tentang asal-usul daan kejadian manusia.
Antara lain:
· Firman
Allah:
Artinya:
“Bukankah telah lewat atas manusia suatu
masa ketika itu ia belum merupakan sesuatu yang dapat disebut.” (QS.
Al-Insan: 1)
· Firman
Allah:
Artinya: “Padahal
diaa sesungguhnya telah menciptakan kamu
dalam beberapa tingkat kejadian (bertahap).” (QS. Nuh : 14)
· Firman
Allah:
Artinya:
“Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah
seperti tumbuh-tumbuhan.” (QS. Nuh : 17)
· Firman
Allah:
Artinya:
“Dan sesungguhnya aku (Allah) menjadikan
manusia dari tanah liat.” (QS. As-Shaffat : 11)
· Firman
Allah:
Artinya:
“Dia (Allah) menciptakan Adam dari pada Tanah, kemudian Allah
berfirman kepadanya: jadilah engkau, maka jadilah (Adam menjadi manusia). (QS.
Ali Imran : 59).
· Firman
Allah:
Artinya:
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada Malaikat; sesungguh-Nya aku akan menciptakan seorang manusia (Adam) dari
tanah kering dan lumpur hitam.” (QS. Al-Hijr : 28).
· Firman
Allah :
Artinya:
“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan
dari satu (sari pati) dari tanah.
Kemudian kami jadikan sari pati itu cair mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lau segumpal
darah itu kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu kami jadikan
tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian
kami jadikan dia makhluk yang berbentuk lain. Maka Maha Sucilah Allah Pencipta
yang terbaik”.
(QS. Al-Mukminun : 12-14).
· Firman
Allah:
Artinya:
“Maha apabila aku telah menyempurnakan
kejadian manusia dan telah Aku tiupkan roh-Ku kepadanya, hendaklah kamu
(Malaikat) tunduk kepadanya dengan sujud.” (QS. Al-Hijr : 29).
· Firman
Allah :
Artinya
: “Dan dia yang telah menciptakan segala
sesuatu yang dia ciptakan dengan sebaik-baiknya, dan dia menciptakan manusia
dari tanah, kemudian dia buat keturunannya dari suatu zat hidup dari air yang hina,
kemudian dia sempurnakan kejadiannya dan dia tiupkan kepadanya roh-Nya.”
(QS. As-Sajadah : 7-9).
Dari ungkapan
Al-Qur’an itu jelaslah bahwa manusia berasal dari zat yang sara yaitu tanah.
Pada kesempatan lain Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia diciptakan dari air,
air (mani) yang terpancar dari tulang sulbi (pinggang) dan tulang dada (QS.
At-Thariq : 6-7), begitu juga segala sesuatu (alam) yang
(hidup) diciptakan oleh Allah berasal dari air. Hal ini menunjukkan bahwa
kehidupan ini tidak terlepas dari air, artinya air merupakan sumber kehidupan
di dunia ini.
Dari berbagai
ayat Al-Qur’an di atas, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa manusia diciptakan
oleh Allah dari tanah. Tanah yang diinjak-injak sehari-hari, tanah yang
dijadikan bercocok tanam, tanah yang kering dan basah, tanah yang dijadikan
tempat hidup bagi cacing-cacing, tanah yang dijadikan sebagai bahan baku
membuat genting, bata merah untuk membuat bangunan tempat tinggal, itulah bahan
baku untuk kejadian seorang anak manusia dan tiap-tiap manusia tanpa
terkecuali. Dimulai dari apa yang dimakan sehari-hari, misalnya nasi, gandum,
jagung, sayur-mayur dan buah-buahan hingga daging, segala makanan yang di
konsumsi manusia itu tumbuh dan mengambil sari
makanan dari tanah. Yang memang
sangat diperlukan bagi keperluan tubuh manusia. Sehingga dengan makanan itu
segala kebutuhan tubuh dapat tercukupi, makanan masuk ke dalam sistem
pencernaan, kemudian makanan itu menjadi dua bagian, yaitu: sari makanan dan
sisa makanan yang akhirnya dibuang oleh tubuh. Sedangkan sari makanan tadi
diproses lebih lanjut sehingga sebagian menjadi darah, hormon, air susu, lemak,
dan lain-lainnya termasuk air mani (bagi laki-laki) yang tersimpan dalam tulang
su’bi dan ovum (sel telur) bagi perempuan yang tersimpan dalam tulang dada.
Dengan kehendak
Ilahi bertemulah zat tampang dari
laki-laki yang rupanya sebagai cacing yang sangat kecil, berpadu satu dengan
zat mani pada oerempuan yang merupakan telur yang sangat kecil. Perpaduan
keduanya itulah yang dinamakan nurhfuh. Kian lama kian besarlah nurhfuh itu,
dalam empat puluh hari.
Dan dalam masa 40 hari mani yang
telah berpadu, berangsur menjadi
darah segumpal. Untuk melihat contoh peralihan berangsur kejadian itu, dapatlah
kita memecahkan telur ayam yang sedang dierami induknya. Tempatnya aman dan
terjamin, panas seimbang dengan dingin, didalam rahim bunda kandung, itulah
“qororin mokin”, tempatnya yang terjamin terpelihara.
Lepas 40 hari dalam bentuk segumpal
air mani berpadu itu dia pun bertukar rupa
menjadi segumpal darah. Ketika ibu telah hamil setengah bulan. Penggeligaan itu
sangat berpengaruh atas badan si ibu, pendingin, pemarah, berubah-ubah
perangai, kadang-kadang tak enak makan. Dan setelah 40 hari berubah darah, dia
berangsur membeku terus hingga jadi segumpal daging, membeku terus hingga
berubah sifatnya menjadi tulang. Dikelilingi tulang itu masih ada persendian
air yang kelaknya menjadi daging untuk menyelimuti tulang-tulang itu.
Mulanya hanya sekumpulan tulang,
tetapi kian hari telah ada bentuk kepala, kaki dan tangan, dan seluruh
tulang-tulang dalam badan. Kian lama kian diselimuti oleh daging. Pada saat itu
dianugerahkan kepadanya “ruh”, maka bernafaslah dia. Dengan dihembuskan nafas
pada sekumpulan tulang dan daging itu, berubahlah sifatnya. Itulah calon yang
akan menjadi manusia. (Dudung Abdullah; 1994:3)
Tentang ruh
(ciptaan-Nya) yang ditiupkan ke dalam rahim wanita yang mengandung embrio yang
terbentuk dari saripati (zat) tanah itu, hanya sedikit pengetahuan manusia, sedikitnya
juga keterangan tentang makhluk ghaib itu diberikan Tuhan dalam Al-Qur’an. “Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku
akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering yang berasal dari
lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan
kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud
(Al-Hijr (15):28-29). Yang dimaksud “dengan
bersujud” dalam ayat ini bukanlah menyembah, tetapi memberi penghormatan.
Al-Qur’an tidak memberi penjelasan
tentang sifat ruh. Tidak pula ada larangan di dalam Al-Qur’an untuk menyelidiki
ruh yang ghaib itu, sebab penyelidikan tentang ruh, mungkin berguna, mungkin
pula tidak berguna. Dalam hubungan dengan masalah ruh ini Tuhan berfirman dalam
surat al-isra’ ayat 85 yang artinya:”Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang
ruh. Katakanlah (kepada mereka) bahwa ruh itu adalah urusan Tuhanku dan kamu
tidak diberi pengetahuan kecuali hanya sedikit“ (Mahmud Syalhud,
1980:116).
Firman Allah itu
menunjukkan bahwa masalah ruh adalah urusan Tuhan
sendiri dan akal manusia terlalu picik untuk memikirkan serta memehami
kenyataan yang gaib mutlak itu.
Penelitian
tentang ruh telah pernah dilakukan secar ilmiah, namun sampai saat itu mereka
yang pernah mengadakn penelitian itu masih belum dapat mengetahui hakikat ruh
itu. Yang dapat diterangkan hanyalah gejala-gejalanya saja.
Dari uraian singkat mengenai asal
manusia dapatlah diketahui bahwa manusia,
menurut agama Islam, terdiri dari dua unsur materi dan unsur immateri. Unsur
materi adalah tubuh yang berasal dari air tanah. Unsur immateri
adalah ruh yang berasal dari alam gaib. Proses kejadian manusia itu secara jelas
disebutkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits yang telah dibuktikan kebenarannya
secara ilmiah oleh Maurice Bucaile dalam bukunya Bibel, Qur’an dan Sains Modern
terjemahan H.M Rasjidi (1978).
Al-Qur’an yang
mengungkapkan proses kejadian manusia itu antara lain terdapat di dalam surat
Al-Mu’minun ayat 12-14 (sebagaiman dikutip pada halaman 25), secara ringkas
adalah:
·
Diciptakan dari sari pati tanah
(sulalati bin thin), lalu menjadi
·
Air mani (nuthfah disimpan dalam rahim),
kemudian menjadi
·
Segumpal datah (alaqoh), diproses
·
Kami jadikan menjadi segumpal daging
(mudhghah)
·
Tulang belulang (idhaman)
·
Dibungkus dengan daging (lahman)
·
Makhluk yang (berbentuk) lain (janin?).
(QS.Al-Mukminun: 12-14)
·
Ditiupkan roh (dari Allah) pada hari
yang ke 120 usia kandungan
·
Lalu lahir sebagian bayi (QS. Al-Hajj:
5)
·
Dia jadikan pendengaran, penglihatan
danhati (QS.An-Nahl: 78)
·
Tumbuh anak-anak, lalu dewasa, tua(pikun)
(QS. Al-Hajj: 5)
·
Kemudian mati (QS.Almukminun: 15)
·
Dibangkit (dari kubur) di hari kiamat
(QS. Al-Mukminun: 16)
Melalui
sunnahnya, Nabi Muhammad menjelaskan pula proses kejadian manusia, antara lain
dalam hadis berbunyi yang artinya: “Sesungguhnya setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya
selam empat puluh hari sebagai nuthfah (air mani), empat puluh hari sebagai
alaqah (segumpal darah) selama itu pula sebagai mudhgah (segumpal daging).
Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh (ciptaan) Allah ke dalam
tubuh (janin) manusia yang berada dalam rahim itu”. (H.R.Bukkhari
dan Muslim).
Dari ungkapan Al-Qur’an dan
Al-Hadits yang dikutip diatas, kita dapat mengetahui bahwa ketika masih
berbentuk janin sampai berumur empat bulan, embrio manusia belum mempunyai ruh.
Ruh itu baru ditiupkan ke dalam janin itu berumur 4 bulan (3x40 hari). Namun,
dari teks atau nash itu dapat dipahami kalu orang mengatakan bahwa kehidupan
itu sudah ada sejak manusia berada dalam bentuk nuthfah (H.M.Rasjidi, 1984: 5).
Dari proses kejadian dan asal
manusia menurut Al-Qur’an itu, Ali Syari’ati, sejarawan dan ahli sosiologi
Islam, yang dikutip oleh Mohammad Daud Ali, mengemukakan pendapatnya berupa
interpretasi tentang hakikat penciptaan manusia. Menurut beliau ada simbolisme
dalam penciptaan manusia dari tanah dan dari ruh (ciptaan) Allah. Makna
simbolisnya adalah manusia mempunyai dua dimensi (bidimensional): dimensi
ketuhanan dan dimensi kerendahan dan kehinaan. Makhluk lain hanya mempunyai
satu dimensi saja (uni-dimensional).
Dalam pengertian
simbolis, lumpur (tanah) hitam, menunjuk pada keburukan, kehinaan yang
tercermin pada dimensi kerendahan. Disamping itu, dimensi lain yang dimiliki
manusia adalah dimensi keilahian yang tercermin dari perkataan ruh
(ciptaan)-Nya itu. Dimensi ini menunjuk pada kecenderungan manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah, mencapai asal ruh (ciptaan) Allah dan atau Allah
sendiri.
Karena hakikat penciptaan inilah
maka manusia pada suatu saat dapat mencapai derajat yang tinggi. Tetapi pada
saat yang lain dapat meluncur ke lembah yang dalam, hina dan rendah. Fungsi
kebebasan manusia untuk memilih, terbuka baik kejalan Tuhan maupun sebaliknya,
kejurang kehinaan. Kehormatan dan arti penting manusia, dalam hubungan ini,
terletak dalam kehendak bebas (free will) nya
untuk menentukan arah hidupnya.
Hanya manusialah yang dapat
menentukan tuntutan dan sifat nalurinya, mengendalikan keinginan dan kebutuhan
fisiologisnya untuk berbuat baik atau jahat, patuh atau tidak patuh kepada
hukum-hukum Tuhan.
Ali Syari’ati lalu memberikan
rumusan tentang filsafat sebagai berikut:
Pertama: Manusia tidak saja sama, tetapi bersaudara.
Perbedaan antara persamaan dan persaudaraan adalah jelas. Persamaan menunjuk
pada istilah hukum, sedang persaudaraan menunjuk pada esensi yang identik dalam
diri seluruh umat manusia terlepas dari latar belakang ras, jenis kelamin dan
warna kulit. Persaudaraan berarti seluruh umat manusia berasal dari asal-usul
yang sama.
Kedua: Terdapat
persamaan antara pria dan wanita, karena mereka berasal dari sumber asal yang
sama yakni dari Tuhan, kendatipun dalam beberapa aspek terdapat
perbedaan-perbedaan (karena qadratnya atau karena bawaan sejak lahir). Ali
Syari’ati tidak dapat memberi penafsiran yang mengatakan bahwa Hawa dicitakan
dari tulang rusuk (kiri) Adam. Menurut Ali Syari’ati wanita diciptakan dari
esensi (hal pokok) yang sama dengan pria. Beliau mengutip firman Tuhan dalam
surat Al-Qiyamah (75): 37-39 yang terjemahan (lebih kurang) sebagai berikut,”Bukankah
manusia itu dahulu berasal dari mani yang dipancarkan ke dalam rahim (37),
kemudian menjadi segumpal darah: lalu Allah menciptakan dan menyempurnakan
(proses kejadian)nya. Dan dari padanya Allah menjadikan laki-laki dan
perempuan.
Di
dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ (4) ayat 1 disebutkan laki-laki dan perempuan
diciptakan dari satu nafs (nafsin wahidatin): jenis yang satu dan sama. Karena
itu, kedudukannya sama: yang satu tidak memiliki keunggulan terhadap yang lain.
Dalam
hubungan ini perlu dicatat bahwa Al-Qur’an tidak menyebut dengan jelas
penciptaan Hawa (perempuan) dari tulang rusuk Adam (laki-laki). Dalam ayat yang
dikutip diatas Al-Qur’an menyatakan kedudukan perempuan sama dengan kedudukan
laki-laki. Akhirnya, hak dan kewajiban perempuan sama dan seimbang dengan hak
dan kewajiban laki-laki.
Ketiga:
Manusia
mempunyai derajat lebih tinggi dibandingkan dengan Malaikat karena pengetahuan
yang dimilikinya. Yang dimaksud adalah
pengetahuan tentang nama-nama. Allah telah mengajarkan tentang nama-nama pada
manusia, dengan demikian manusia memberi nama pada (benda) di dunianya,
menyeburkan segala sesuatu dengan tepat. Tuhanlah yang menjadi guru pertama
manusia, dan pendidikan manusia pertama bermula dengan menyebutkan nama-nama.
Dengan kemampuan menyebut nama-nama itu dan dengan keberhasilan manusia
menjawab pertanyaan Tuhan terbukti bahwa manusia lebih unggul dari Malaikat dan
dari ciptaan Tuhan lainnya.
Ilmu
pengetahuanlah yang menjadi sumber keunggulan manusia dan karena itu pula ia
mendapat amanah menjadi khalifah. Oleh karena pengetahuan itulah maka Malaikat
bersujud kepada Adam (manusia) kecuali iblis.
Keempat:Manusia
mempunyai fenomena dualistis: terdiri dari tanah dan ruh (ciptaan) Tuhan.
Karena fenomena dualistis itu, seperti telah disebut diatas, manusia bebas
untuk memilih. Dengan kebebasannya manusia bisa kemana saja dapat memilih apa
saja, tetapi harus mempertanggung jawabkan pilihannya itu. Manusia adalah
satu-satunya makhluk yang bertanggung jawab terhadap nasib dan masa depannya, baik
sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Manusia adalah pembuat
sejarah.
Dalam perjalanan
sejarah, karena itu, manusia selalu bergerak ke spektrum yang mengarah ke jalan
Tuhan. Dipihak lain manusia mengarah juga ke spektrum yang sebaiknya, yaitu
kejalan setan. Dalam tarik-menarik mengenai arah yang dituju itu, manusia harus
menentukan pilihannya. Dengan akal yang merupakan anugerah Tuhan kepadanya,
manusia dapat memilih apakah ia akan terbenam dalam lumpur kehinaan ataukah ia
akan mengangkat dirinya sampai menuju ke kutub mulia ke arah Allah. Terjadilah
pertarungan terus-menerus dalam diri manusia. Pertarungan itu akan berakhir
setelah manusia menentukan pilihannya (Mohammad Daud Ali: 1997:27).
Dalam menetukan pilihan itulah,
manusia memerlukan petunjuk. Petunjuk yang benar terdapat dalam agama Allah
yang menciptakan manusia itu sendiri yaitu agama Islam. Mengapa agama Islam?
Sebabnya, karena agama Islam adalah
agama yang tidak hanya berorientasi kepada dunia ini saja. {yang dilambangkan oleh
kata ruh (ciptaan-Nya) itu} tetapi kepada keseimbangan antara keduanya. Hanya
dengan agama yang mengajarkan pemeliharaan keseimbangan antara dunia dan
akhirat, manusia yang mempunyai dua dimensi atau bi-dimensional itu akan mampu
menetapkan pilihannya dan melaksanakan tanggung jawabnya di dunia ini dan di
akhirat kelak. Dan memang, seperti yang di utarakan dalam Al-Qur’an, agama yang
benar disisi Allah hanyalah satu yakni (agama) Islam: “sesungguhnya agama yang
diridhai disisi Allah hanyalah islam” (Q.S.Ali Imran:19).
Al-Qur’an adalah sumber agama islam,
mengandung berbagai ajaran termasuk tentang kehidupan manusia. Melalui
Al-Qur’an , manusia mengetahui siapa dirinya, dari mna ia berasal, dimana ia
berada (sekarang) dan kemana ia akan pergi.
Berangkat dari kalimat tersebut
terakhir ini, pada uraian berikut (secara singkat) akan dijelaskan perjalanan
hidup manusia yang dimulai dari-Nya.
Manusia kalau diamati perjalanan
hidupnya, tanpa kecuali, melalui beberapa tahap, tahapan-tahapan itu ialah:
Pertama,
Manusia
hidup dan berada di alam ghaib (para ahli Ibnu Kalam menyebutnya alam ruh) di
mana alam ghaib berada tidak ada manusia yang mengetahui dengan pasti. Manusia,
seperti telah dikemukakan diatas, berasal dari sari pati tanah dan ruh
(ciptaan) Tuhan. Tanah yang diatas nya tumbuh makanan yang diperlukan manusia
untuk pertumbuhan akan kehidupannya tidak diketahui oleh manusia itu dimana
persis letaknya. Manusia tidak dapat menunjukan dengan pasti dimana tumbuh
seluruh makanan yang dimakannya sehari-hari.
Bagi
manusia kepastian dimana letak tanah, tempat makanan yang dimakannya tumbuh,
termasuk kedalam kategori sesuatu yang ghaib, kendatipun sifatnya nisbi.
Demikian
juga halnya dengan tempat ruh (ciptaan) Allah sebelum ditiupkan kedalam rahim
wanita yang mengandung embrio (benih) manusia itu. Dimana tempatnya tidak ada
manusia yang mengetahui dengan pasti karena ia termasuk dalam kategori ghaib
mutlak atau ghaib hakiki. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam tahap
pertama, manusia hidup dalam alam ghaib (ghaib nisbi maupun hakiki) karena
tidak diketahui tempatnya dengan pasti.
Kedua, Pada tahapan ini
kehidupan manusia sudah dapat diketahui dengan pasti yakni dalam kandungan
seorang wanita. Lamanya pun hidup di dalam rahim dapat diperkirakan, sekitar
sembilan bulan sepuluh hari. Perkembangan ilmu kandungan mutakhir telah
memungkinkan manusia mengamati kehidupan awal manusia dalam kandungan seorang
wanita. Bukan hanya keadaannya, tetapi juga jenisnya sudah dapat diketahui (walaupun baru bersifat
dugaan, tidak bisa memastikan). Didalam rahim wanita itu manusia hidup dari
sari mkanan yang dimakan oleh ibunya.
Semua
perasaan, gerak dan perbuatan ibunya, menurut ilmu jiwa modern, mempunyai
pengaruh terhadap manusia yang ada dalam kandungan wanita itu. Dan setelah
sampai waktunya, lahirlah janin kealam dunia.
Ketiga, Merupakan tahapan
kehidupan manusia yang sangat menentukan masa depan kehidupan tahap berikutnya.
Yang menarik adalah setiap bayi normal dan sehat akan menangis begitu keluar
dari kandungan ibunya, sedangkan keluarga yang menanti kehadirannya semua
tertawa. Makna simbolis tangis seorang bayi itu adalah manusia yang baru lahir
ke alam dunia “maerasakan tantangan yang akan dihadapinya” berupa romantika
hidup baik berupa suka duka, romantisme silih berganti dalam kehidupan tahap
ketiga itu nanti.
Islam
mengajarkan, bila setiap manusia yang baru lahir diazankan pada telinga kananya.
Dibisikkan
kalimat-kalimat seruan agar berkomunikasi dengan Allah, melakukan
shalat sebagai tugas utama dan kewajiban dalam hidupnya di dunia, berlomba dalam menunaikan kebajikan atas
nama keagungan Allah.Lalu dibisikkan pula suara iqamat pada telinga kirinya, ini mengandung makna bahwa tugas utama
dalam hidup yaitu shalat (beribadah)
dan menunaikan kebajikan itu segera dilaksanakan dalam waktu yang sangat
singkat (beberapa tahu kemudian setelah
menginjak dewasa).
Manusia
yang hidup di alam dunia akan menghadapi berbagai ujian.Untuk menghadapi ujian
yang diiringi dengan tarik menarik antara bisikan syetan dan malaikat,manusia
diberi akal oleh Allah, akal
untuk menimbang dan agama sebagai pedoman.Dan setelah sampai waktunya, ruh(ciptaan) Allah yang merupakan
hakikat manusia itu dipisahkan malaikat izrail dari tubuh manusia.Terjadilah
kematian.
Kematian
pada hakikatnya adalah perpisahan ruh dengan jasadnya yang bersatu pada diri
manusia selama waktu tertentu.Setelah ruh berpisah dengan tubuh,jasad manusia
yang berasal dari tanah,dikuburkan dalam tanah,sedang ruh(ciptaan)Allah
ditempatkan dalam alam barzah(tempat antara masa kehidupan dunia dan
akhirat).Masuklah kehidupan ruh manusia ke dalam tahap keempat.
Keempat, Dialam
ini ruh menunggu sampai dunia kiamat.
Kelima,
Setelah itu manusia yang pernah hidup di dunia dibangkitkan untuk
diperiksa,dihitung(dihisap) segala amal perbuatannya selama kehidupan masa ke
tiga,di suatu tempat yang disebut Padang Mahsyar(tempat manusia dikumpulkan
seperti manusia berkumpul disuatu tempat waktu melakukan ibadah haji di padang
arafah)
Berdasarkan keimanan dan
ketaqwaan,amal shaleh atau amal salah yang dilakukan manusia baik sebagai abdi
maupun sebagai khalifah selama hidup di dunia ditentukanlah nasib manusia
itu.Yang beriman dan bertaqwa,mengikuti pedoman yang diberi Allah dan
melaksanakannya,dimasukkan ke dalam Jannah yang disebut surga yaitu alam
akhirat tempat ruh manusia mengenyam kebahagiaan sempurna sebagai balasan
pahala amal shalehnya selama hidup di dunia.
Sebaliknya, jika
manusia tidak beriman dan tidak bertaqwa serta melakukan amal salah, dimasukkan
ke dalam jahannam yang disebut juga neraka yaitu tempat penyiksaan dengan api
menyala.Dalam tahap kelima ini, ruh manusia akan hidup abadi selama lamanya.
Sebagai makhluk ilahi hidup dan
kehidupannya berjalan melalui lima tahap disebut “alam”, yaitu :
·
Di alam ghaib (alam ruh/arwah),
·
Di alam rahim,
·
Di alam berzakh,
·
Di alam akhirat (yang kekal dan abadi)
yakni alam terakhir hidup dan kehidupan ruh manusia.
Karena
pentingnya kehidupan manusia di dunia,maka selama hayatnya di alam fana ini
seperti telah disebut di atas, manusia
dikaruniai Allah dengan berbagai alat perlengkapan dan bekal supaya manusia
dapat melaksanakan tugasnya sebagai abdi dan khalifah di muka bumi ini.Selain
itu Allah juga memberi kepada manusia pedoman hidup yang mutlak
kebenarannya,agar kehidupan manusia
dapat selamat sejahtera di dunia ini dalam perjalanannya menuju
tempatnya yang kekal di akhirat nanati.Pedoman itu adalah Agama.
Namun, sebelum
membicarakan soal agama, sebagai kesimpulan mengenai manusia menurut agam
Islam, baiknya kalau kita ikuti penjelasan Profesor M. Quraish
Shihab (penafsir
al quran terkemuka di indonesia). Menurut
beliau Al Quran banyak memberi informasi tentang manusia dalam berbagai
aspeknya.
Tidak sedikit
ayat al quran yang berbicara tentang manusia , bahkan manusia adalah makhluk
pertama yang disebut dua kali dalam rangkaian wahyu pertama (Q.S.Al-‘Alaq:1-5). Disatu sisi manusia mendapat pujian
Allah. Dibandingkan dengan makhluk-makhluk
lainnya, ia mempunyai kapasitas yang paling
tinggi (Q.S.Hud:3) Manusia
diberi kebebasan dan kemerdekaan serta kepercayaan penuh untuk memilih jalannya
masing-masing (Q.S.Al-Ahzab:72, Al-Ihsan:2-3). Ia diberi kesadaran moral untuk memilih
mana yang baik mana yang buruk, sesuai
dengan hati nuraninya atas bimbingan wahyu (Q.S.Asy
Syams:7-8).
Namun
di sisi lain, manusia ini juga mendapat celaan Allah, amat
aniaya dan mengingkari nikmat (Q.S.Ibrahim:34), sangat banyak membantah (Q.S.AL-Hajj:67). Dengan mengemukakan sisi pujian dan
celaan tidak beraarti bahwa ayat ayat Al
Quran bertentangan satu sama lain.
Al Quran
menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah, kemudian
setelah sempurna kejadiannya, Allah
menghembuskan kepadanya Ruh ciptaan-Nya (Q.S.Shad:71-72). Dengan
tanah manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam seperti makhluk makhluk
lain,sehingga butuh makan,minum,hubungan kelamin, dan
sebagainya.
“Dan sesungguhnya kepada
Tuhan mu lah berakhirnya segala sesuatu (Q.S.An-
Najm:42)”. Hai manusia, sesungguhnya
engkau telah bekerja dengan penuh
kesungguhan menuju Tuhanmu dan kamu pasti akan menemuinya”. (Q.S.Al-Insyiqaq:6).
Al Quran tidak memandang manusia
sebagai makhluk tercipta secara kebetulan atau tercipta dari kumpulan alam, tapi diciptakan setelah sebelumnya direncanakan untuk mengemban tugas
mengabdi dan menjadi khalifah yang telah disebutkan di atas.”Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” (Q.S.Al-Baqarah:30). Untuk mengemban tugas sebagai khalifah
manusia dibekali Allah potensi dan kekuatan positif untuk mengubah corak
kehidupan di dunia ke arah yang lebih baik (Q.S.Ar
Ra”d:11). Ditundukkan dan dimudahkan Allah baginya
untuk mengelola dan memanfaatkan alam semesta (Q.S.Al-Jatsiyah:12-13). Antara lain ditetapkan arah yang lurus
ia tuju dan ditetapkan tujuan hidupnya,yakni mengabdi kepada Ilahi (Q.S.Az Zariyat:56). (M.Quraish Shihab,1992;69-70).
KESIMPULAN
Manusia dalam
agama islam diartikan sebagai makhluk Allah SWT yang memiliki unsur dan jiwa
yang arif, bijaksana, berakal, bernafsu, dan bertanggung jawab pada Allah SWT. Manusia
memiliki jiwa yang bersifat rohaniah, gaib, tidak dapat ditangkap dengan panca indera yang berbeda dengan
makhluk lain karena pada manusia terdapat daya
berfikir, akal, nafsu, kalbu, dan sebagainya.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang
belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
berbentuk (lain). Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.” (Al
Mukminun : 12-14)
Manusia
memiliki kelebihan dari makhluk lain, salah satu buktinya adalah kepatuhan manusia pada Allah SWT melalui perjuangan
yang berat melawan hawa nafsu dan godaan syetan sedangkan kepatuhan
malaikat kepada Allah SWT karena sudah tabiatnya, sebab malaikat tidak memiliki hawa nafsu. Oleh karena
itu sebagai
manusia (makhluk ciptaan Allah) seharusnyalah kita senantiasa bersyukur atas
karunia dan kasih sayang-Nya, karna salah satu kunci kesuksesan adalah
bersyukur.
“Dan
sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia) dan Kami angkut
mereka di darat dan di laut, dan
Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang Kami ciptakan, dengan
kelebihan yang menonjol” ( QS. Al Isra 70).
Fungsi utama manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi ini
dan perannya sebagai khalifah sebagaimana yang ditetapkan Allah SWT mencakup tiga poin yaitu
belajar, mengajarkan ilmu, dan membudayakan ilmu. Tenggung jawab manusia
sebagai khalifah yang berarti wakil Allah adalah mewujudkan kemakmuran di muka
bumi, mengelola dan memelihara bumi.
Sebenarnya Al-Qur’an
sudah membahas semua hal mengenai fungsi, Peran
dan tanggung jawab manusia. Oleh karena itu manusia wajib membaca dan memahami
Al-Qur’an
agar dapat memahami apa fungsi, peran dan tanggung jawabnya
sebagai manusia, sehingga dapat menjalani kehidupan dengan penuh makna.
Comments
Post a Comment